Ragam Bahasa Indonesia
Ragam Bahasa Indonesia
I.
Pendahuluan
Bahasa
Indonesia merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia yang sudah dipakai oleh
masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia,
namun tidak semua orang menggunakan tata cara atau aturan-aturan yang benar, salah
satunya pada penggunaan bahasa Indonesia itu sendiri yang tidak sesuai dengan
Ejaan maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh karena itu pengetahuan tentang
ragam bahasa cukup penting untuk mempelajari bahasa Indonesia secara menyeluruh
yang akhirnya bisa diterapkan dan dapat digunakan dengan baik dan benar
sehingga identitas kita sebagai bangsa Indonesia tidak akan hilang.
Bahasa Indonesia perlu dipelajari oleh
semua lapisan masyarakat. Tidak hanya pelajar dan mahasiswa saja, tetapi semua
warga Indonesia wajib mempelajari bahasa Indonesia. Dalam bahasan bahasa
Indonesia itu ada yang disebut ragam bahasa. Dimana ragam bahasa merupakan
variasi bahasa yang pemakaiannya berbeda-beda. Ada ragam bahasa lisan dan ada
ragam bahasa tulisan. Disini yang lebih lebih ditekankan adalah ragam bahasa
lisan, karena lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan ngobrol,
puisi, pidato,ceramah,dll.
Pidato sering digunakan dalam
acara-acara resmi. Misalnya pidato pesiden, pidato dari ketua OSIS, ataupun
pidato dari pembina upacara. Sistematika dalam pidato pun hendaklah dipahami
betul-betul. Agar pidato yang disampaikan sesuai dengan kaidah yang benar.
Pidato sama halnya dengan ceramah. Hanya saja ceramah lebih membahas tentang
keagamaan.kalau pidato lebih umum dan bisa digunakan dalam banyak acara.
Ragam bahasa indonesia
terbagi atas lima bagian, yaitu :
- Tempat :
Dialek Jakarta, dialek Manado, dsb.
- Penutur :
Golongan Cendekiawan dan bukan golongan Cendekiawan.
- Sarana :
Ragam Lisan dan Ragam Tulisan.
- Bidang
Penggunaan : Ragam Ilmu, Ragam Surat Kabar, dsb.
- Suasana
Penggunaan : Ragam Resmi dan Ragam Santai.
II. Ragam Bahasa
Seiring
dengan perubahan masyarakat, bahasa pun mengalami perubahan. Perubahan itu
berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannya. Agar banyaknya
variasi tidak mengurangi fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien,
dalam bahasa timbul mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk
keperluan tertentu yang disebut ragam standar (Subarianto, 2000). Bahasa
Indonesia memang banyak ragamnya. Hal Ini karena bahasa Indonesia sangat luas
pemakaiannya dan bermacam-macam ragam penuturnya. Oleh karena itu, penutur
harus mampu memilih ragam bahasa yang sesuai dengan dengan keperluannya, apapun
latar belakangnya.
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa
menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut
hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium
pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai
ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan
terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam
suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut
ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa
sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu
masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di
sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku.
Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita
tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Ditinjau dari media atau sarana yang
digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam bahasa terdiri dari:
1. Ragam
bahasa lisan
2. Ragam
bahasa tulis
Bahasa yang dihasilkan melalui alat
ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa
yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur
dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis.
Jadi dalamragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa
tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata
bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat.
Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa lisan.
Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu
sama. Padahal, kedua jenis ragambahasa itu berkembang menjadi sistem bahasa
yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula
kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata,
masing-masing memiliki seperangkat kaidahyang berbeda satu dari yang lain.
Beberapa
faktor yang menyebabkan timbulnya keragaman bahasa, diantaranya :
- Faktor Budaya
atau letak Geografis
- Faktor Ilmu
pengetahuan
- Faktor Sejarah
Macam-macam ragam Bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu
berdasarkan media, berdasarkan cara pandang penutur dan berdasarkan topik
pembicaraan.
A.
Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media
1.
Ragam Lisan
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh
situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun,
hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam
pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam
kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan
dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung
di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal
berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi
tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu
tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam
lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang
dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun
direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat
dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis
dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
Ciri-ciri ragam lisan:
·
Memerlukan orang kedua/teman bicara;
·
Tergantung
situasi, kondisi, ruang & waktu;
·
Tidak
harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
·
Berlangsung
cepat;
·
Sering
dapat berlangsung tanpa alat bantu;
·
Kesalahan
dapat langsung dikoreksi;
·
Dapat
dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
Contoh ragam lisan adalah
‘Sudah saya baca buku itu.’
2.
Ragam Tulis
Dalam penggunaan ragam bahasa baku
tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian,
sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang
oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur
kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan
kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan,
struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa
di dalam struktur kalimat.
Ciri struktur (unsur-unsur) bahasa
Indonesia baku adalah sebagai berikut.
1) Pemakaian
awalan me- dan ber- (bila ada) secara eksplisit dan konsisten
2) Pemakaian
fungsi gramatikal (subyek, predikat, dan sebagainya secara eksplisit dan
konsisten
3) Pemakaian
fungsi bahwa dan karena (bila ada) secara eksplisit dan konsisten (pemakaian
kata penghubung secara tepat dan ajeg)
4) Pemakaian
pola frase verbal aspek + agen + verba (bila ada) secara konsisten (penggunaan
urutan kata yang tepat)
5) Pemakaian
konstruksi sintesis (lawan analitis)
6) Pemakaian
partikel kah, lah, dan pun secara konsisten
7) Pemakaian
preposisi yang tepat
8) Pemakaian
bentuk ulang yang tepat menurut fungsi dan tempatnya
9) Pemakaian
unsur-unsur leksikal berikut berbeda dari unsur-unsur yang menandai bahasa
Indonesia baku
10) Pemakaian
ejaan resmi yang sedang berlaku (EYD)
11) Pemakaian
peristilahan resmi
Ciri-ciri ragam
tulis :
·
Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara;
·
Tidak
tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu;
·
Harus memperhatikan unsur gramatikal;
·
Berlangsung
lambat;
·
Selalu memakai
alat bantu;
·
Kesalahan
tidak dapat langsung dikoreksi;
·
Tidak
dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda
baca.
Contoh ragam tulis adalah ’Saya sudah membaca
buku itu.’
Contoh perbedaan ragam bahasa lisan
dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata):
v Tata
Bahasa
(Bentuk
kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam
Bahasa Lisan:
1) Nia
sedang baca surat kabar.
2) Ari
mau nulis surat.
3) Tapi
kau tak boleh nolak lamaran itu.
4) Mereka
tinggal di Menteng.
5) Jalan
layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
6) Saya
akan tanyakan soal itu.
b. Ragam
Bahasa Tulis:
1) Nia
sedangmembaca surat kabar.
2) Ari
mau menulis surat.
3) Namun,
engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
4) Mereka
bertempat tinggal di Menteng.
5) Jalan
layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
6) Akan
saya tanyakan soal itu.
v Kosa
kata
Contoh ragam lisan dan
tulis berdasarkan kosa kata:
1. Ragam Lisan
1) Ariani
bilang kalau kita harus belajar
2) Kita
harus bikin karya tulis
3) Rasanya
masih terlalu pagi buat saya, Pak
2. Ragam Tulis
1) Ariani
mengatakan bahwa kita harus belajar.
2) Kita
harus membuat karya tulis.
3) Rasanya
masih terlalu muda bagi saya, Pak.
Pada ragam bahasa baku tulis
diharapkan para penulis mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
serta menggunakan Ejaan bahasa yang telah Disempurnakan (EYD), sedangkan untuk
ragam bahasa lisan diharapkan para warga negara Indonesia mampu mengucapkan dan
memakai bahasa Indonesia dengan baik serta bertutur kata sopan sebagaimana
pedoman yang ada.
Istilah lain yang digunakan selain
ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi standar dan nonstandar.
Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap.
Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes
sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta
mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan
modern (Alwi, 1998: 14).
Pembedaan antara ragam
standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan:
1. Topik yang sedang
dibahas,
2. Hubungan
antarpembicara,
3. Medium yang digunakan,
4. Lingkungan, atau
5. Situasi saat
pembicaraan terjadi
Ciri yang membedakan antara ragam
standar, semi standar dan nonstandard adalah sebagai berikut:
·
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
·
Penggunaan kata tertentu,
·
Penggunaan imbuhan,
·
Penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
·
Penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti
merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol.
Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan
kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam
ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam
ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan
ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar.
Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan bentuk baku atau
istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam
ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi)
dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar,
sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini
mengganggu kejelasan kalimat.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri
terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian
dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung
pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat
dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan
orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita
menjawab “Tau.” untuk menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya,
pëmbedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah
Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam ragam lisan
dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
B.
Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan cara
pandang penutur
Berdasarkan cara pandang penutur,
ragam bahasa Indonesia terdiri dari ragam dialek, ragam terpelajar, ragam resmi
dan ragam tak resmi.
Contoh ragam dialek adalah ‘Gue udah
baca itu buku.’
Contoh ragam terpelajar adalah ‘Saya
sudah membaca buku itu.’
Contoh ragam resmi adalah ‘Saya sudah
membaca buku itu.’
Contoh ragam tak resmi adalah ‘Saya
sudah baca buku
itu.’
C.
Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan topik
pembicaraan
Berdasarkan topik pembicaraan, ragam
bahasa terdiri dari ragam bahasa ilmiah, ragam hukum, ragam bisnis, ragam
agama, ragam sosial, ragam kedokteran dan ragam sastra.
Ciri-ciri ragam ilmiah:
·
Bahasa Indonesia ragam baku;
·
Penggunaan kalimat efektif;
·
Menghindari
bentuk bahasa yang bermakna ganda;
·
Penggunaan
kata dan istilah yang bermakna lugas dan menghindari pemakaian kata dan istilah
yang bermakna kias;
·
Menghindari penonjolan persona dengan tujuan
menjaga objektivitas isi tulisan;
·
Adanya
keselarasan dan keruntutan antarproposisi dan antaralinea.
Contoh ragam bahasa berdasarkan topik
pembicaraan:
1) Dia dihukum karena melakukan tindak pidana. (ragam
hukum)
2) Setiap pembelian di atas nilai tertentu akan diberikan
diskon.(ragam bisnis)
3) Cerita
itu menggunakan unsur flashback. (ragam sastra)
4) Anak
itu menderita penyakit kuorsior. (ragam kedokteran)
5) Penderita
autis perlu mendapatkan bimbingan yang intensif. (ragam psikologi)
Ragam bahasa baku dapat berupa: ragam
bahasa baku tulis dan ragam bahasa baku lisan.
III.
Kesalahan Umum Berbahasa
Indonesia
Dalam pemakaian bahasa Indonesia,
termasuk bahasa Indonesia ragam ilmiah, sering dijumpai penyimpangan dari
kaidah yang berlaku sehingga mempengaruhi kejelasan pesan yang disampaikan.
Penyimpangan / kesalahan umum dalam berbahasa Indonesia dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Hiperkorek
Hiperkorek adalah kesalahan
berbahasa karena “membetulkan” bentuk yang sudah benar sehingga menjadi salah.
Contoh:
·
insaf (betul) menjadi insyaf (hiperkorek)
·
pihak (betul) menjadi fihak (hiperkorek)
·
asas (betul) menjadi azas (hiperkorek)
2.
Pleonasme
Pleonasme adalah kesalahan berbahasa
karena kelebihan dalam pemakaian kata yang sebenarnya tidak diperlukan.
Pleonasme ada tiga macam :
1) Penggunaan
dua kata yang bersinonim dalam satu kelompok kata
·
zaman dahulu (benar)
·
dahulu kala (benar)
·
zaman dahulu kala (pleonasme)
2) Bentuk
jamak dinyatakan dua kali
·
ibu-ibu (benar)
·
para ibu (benar)
·
para ibu-ibu (pleonasme)
3) Penggunaan
kata tugas (keterangan) yang tidak diperlukan karena pernyataannya sudah cukup
jelas
·
maju ke depan
·
kambuh kembali
3. Kontaminasi
Istilah kontaminasi dipungut dari bahasa
Inggris contamination (pencemaran). Dalam ilmu bahasa, kata itu diterjemahkan
dengan ‘kerancuan’. Rancu artinya ‘kacau’ dan kerancuan artinya ‘kekacauan’.
Yang dimaksud kacau ialah susunan unsur bahasa yang tidak tepat, seperti morfem
dan kata.
Morfem-morfem yang salah disusun
menimbulkan kata yang salah bentuk.
Kata yang salah disusun menimbulkan frase yang kacau atau kalimat yang kacau.
Kontaminasi terjadi karena salah nalar, penggabungan dua hal yang berbeda
sehingga menjadi suatu hal yang tumpang tindih.Contoh kontaminasi imbuhan:
(meng+kesamping+kan) → mengesampingkan (benar)
(men+samping+kan) → menyampingkan (benar)
↓
mengenyampingkan
(kontaminasi)
Contoh kontaminasi
frase:
·
Kadang-kadang (benar)
·
Ada kala(nya) (benar)
·
Kadang kala (kontaminasi)
·
Berulang-ulang (benar)
·
Berkali-kali (benar)
·
Berulang kali (kontaminasi)
Contoh kontaminasi kalimat:
·
Rapat itu dihadiri oleh para pejabat
setempat. (benar)
·
Dalam rapat itu, hadir para pejabat setempat.
(benar)
·
Dalam rapat itu dihadiri oleh para pejabat
setempat. (kontaminasi)
4.
Perombakan Bentuk Pasif
Perombakan bentuk pasif ada
tiga :
a. Pemakaian awalan
di-untuk bentuk pasif yang seharusnya tidak berawalan di-
Contoh:
·
Buku itu dibaca oleh saya. (tidakbaku)
·
Buku itu saya baca. (baku)
b. Penghilangan awalan
di-untuk bentuk pasif yang seharusnya menggunakan awalan
di-
Contoh:
·
Buku itu dibaca oleh mereka. (baku)
·
Buku itu mereka baca. (tidakbaku)
c. Penyisipan kata
diantara dua kata dari sebuah frase terikat
Contoh:
·
Buku itu saya akan baca. (tidakbaku)
·
Buku itu akan saya baca. (baku)
5.Kesalahan berbahasa yang berhubungan
dengan pemakaian / penghilangan kata tugas Kesalahan pemakaian kata tugas dalam
berbahasa Indonesia ada tiga macam :
a. Ketidak tepatan kata
tugas yang digunakan
Contoh :
·
Hasil dari pada penelitian itu sangat
memuaskan.(tidak tepat)
·
Hasil
penelitian itu sangat memuaskan. (baku).
b.Pemakaian
kata tugas yang tidak diperlukan
Contoh :
·
Kepada mahasiswa yang terlambat tidak
diizinkan mengikuti kuliah. (tidak baku)
·
Mahasiswa yang terlambat tidak diizinkan
mengikuti kuliah. (baku)
c.Penghilangan
kata tugas yang diperlukan
Contoh :
·
Dia bekerja sesuai peraturan yang berlaku.
(tidakbaku)
·
Dia bekerja sesuai dengan peraturan yang
berlaku. (baku)
6.Pengaruh
bahasa daerah
Pengaruh
bahasa daerah yang menimbulkan kesalahan dalam berbahasa Indonesia ada dua
macam:
a.
Pengaruh dalam pembentukan kata, yaitu pemakaian awalan ke- (yang seharusnya
awalan ter-) dan penghilangan imbuhan.
Contoh
pemakaian awalan ke- :
·
ketabrak, kepukul (tidakbaku)
·
tertabrak, terpukul (baku)
Contoh
penghilangan imbuhan:
·
Hasil penelitiannya beda dengan hasil penelitian
saya. (tidakbaku)
·
Hasil penelitiannya berbeda dengan hasil
penelitian saya. (baku)
b. Pengaruh dalam susunan
kalimat, penggunaan akhiran –nya
Contoh :
·
Rumahnya Pak Ahmad sangat besar. (tidakbaku)
·
Rumah Pak Ahmad sangat besar. (baku)
7.Pengaruh
bahasa asing
Pengaruh
bahasa asing yang menimbulkan kesalahan dalam berbahasa Indonesia ialah
pemakaian kata tugas (kata ganti penghubung) seperti: yang mana, dimana, kepada
siapa.
Contoh :
·
Baju yang mana baru saya beli, telah sobek.
(tidakbaku)
·
Baju yang baru saya beli, telah sobek. (baku)
·
Bandung dimana saya dilahirkan sekarang
sangat panas. (tidakbaku)
·
Bandung tempat saya dilahirkan sekarang
sangat panas. (baku)
·
Orang kepada siapa ia berlindung, kemarin
meninggal dunia.(tidakbaku)
·
Orang tempat ia berlindung, kemarin meninggal
dunia.(baku)
Arifin, E.
Zaenal. 2000. Cermat
Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akapress.
Depdikbud. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Keraf, Gorys. 1993. Komposisi. Ende: Nusa Indah.
Satata, Sri, Devi S, dan Dadi W. 2012.
Bahasa Indonesia, Mata Kuliah
Pengembangan
Kepribadianional. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Solihin, dkk. 2003. Terampil Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Uhamka Press.
Komentar
Posting Komentar